Setelah
18 tahun kerja di lapangan, setelah dua tahun bekerja sebagai konsultan
di Depdiknas, dan lebih dari 10 tahun bekerja di beberapa proyek
pendidikan saya percaya bahwa 5 isu berikut adalah isu-isu utama yang
perlu diatasi supaya kita dapat mencapaikan Pendidikan Yang Bermutu
Untuk Semua Pelajar Di Indonesia.
1) Memberantas korupsi di bidang pendidikan yang sangat memalukan dan membunuh semua harapan kita untuk maju - "Korupsi terjadi di semua tingkatan dari KemDikNas, dinas pendidikan, hingga sekolah" (ICW) "Dinas pendidikan telah menjadi institusi paling korup dan menjadi isntitusi penyumbang koruptor pendidikan terbesar dibanding dengan institusi lainnya." ICW: Analisis 5 Tahun Pemberantasan Korupsi Pendidikan (2004-2009). "Jangan dinilai gagal terus!" Ref: http://pojokantikorupsi.com/.
2) Meningkatkan semua sekolah yang rusak dan ambruk ke Standar Nasional yang lengkap dengan sarana/prasarana supaya aman, nyaman, dan kondusif untuk "semua pelajar"
- "Puluhan ribu sekolah dalam keadaan rusak atau ambruk termasuk 70%
sekolah di DKI Jakarta - Di Jakarta Saja, 179 Sekolah Tidak Layak
Pakai! - Hampir 80% Gedung Sekolah di Pesawaran Rusak, dll","Jumlah ruang kelas (SD dan SMP) rusak berat juga meningkat, dari 640,660 ruang kelas (2000-2004 meningkat 15,5 persen menjadi 739,741 (2004-2008)." (ICW) - Kelihatannya makin lama makin banyak sekolah yang rusak! Ref: http://ambruk.com/
Apakah Sekolah SBI / RSBI Adalah Solusi Untuk Isu-Isu Ini?
Atau RSBI Itu Cuma Proyek Pemerintah!
Apakah Sekolah SBI / RSBI Adalah Solusi Untuk Isu-Isu Ini?
Atau RSBI Itu Cuma Proyek Pemerintah!
3)
Mengimplementasikan PAKEM (Pembelajaran Kontekstual) di semua sekolah
supaya standar pembelajaran kita sesuai dan kompetitif dengan negara
lain. Kapan kita akan menghadapi isu-isu yang terbukti meningkatkan mutu pendidikan? Pendidikan Yang Terbaik Masih Adalah:
Pendidikan Berbasis-Guru yang Mampu dan Sejahtera, di Sekolah yang
Bermutu, dengan Kurikulum yang Sesuai dengan Kebutuhan Siswa-Siswi dan
"Well Balanced" (seimbang, dengan banyak macam keterampilan termasuk
teknologi), yang Diimplementasikan secara PAKEM. ("Mampu" termasuk Kreatif) Ref: Metodologi Adalah Kunci-nya!
4) Menggunakan "Appropriate Technology" yang sudah ada di semua sekolah, yang terbaik, terjangkau, dan sangat meningkatkan kreativitas siswa-siswi maupun kreativitas guru (seperti di negara maju). Dengan
rasio: "Sekarang Satu Komputer Untuk 2.000 Siswa" dan "dari jumlah
total yang mencapai 200.000 sekolah, sekitar 182.500 sekolah tingkat
SD, SMP, dan SMA se-Indonesia belum terakses internet". Jelas TIK (ICT) bukan solusinya, kan? Dan Internet bagaimana.....?
Komputer-komputer yang ada di sekolah-sekolah umum masih jauh dari cukup untuk belajar Ilmu Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) secara nasional (Satu Komputer Untuk 2.000 Siswa), apa lagi menggunakan TIK untuk E-Learning. Target KemenDikNas adalah computer 1: 20 siswa pada tahun 2015 (baru cukup untuk mengajar mata pelajaran TIK, kan? - E-Learning kapan 2020, 2025?)
Komputer-komputer yang ada di sekolah-sekolah umum masih jauh dari cukup untuk belajar Ilmu Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) secara nasional (Satu Komputer Untuk 2.000 Siswa), apa lagi menggunakan TIK untuk E-Learning. Target KemenDikNas adalah computer 1: 20 siswa pada tahun 2015 (baru cukup untuk mengajar mata pelajaran TIK, kan? - E-Learning kapan 2020, 2025?)
Maupun E-Learning dapat membunuh kreativitas anak-anak kita! Sebetulnya ada banyak sekali isu (kebanayan
terkait dengan "human issues and the importance of self-expression,
free discussion, peer learning, dan benefits of group learning").
Satu lagi Isu Penting:
"Internet Belum Dimanfaatkan Secara Positif Oleh Pelajar"
"PADANG--MI: Pakar pendidikan dari Universitas Negeri Padang (UNP), Prof. DR. Nurtain mengatakan kini banyak pelajar dan mahasiswa yang tidak memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi internet untuk hal-hal positif namun lebih cenderung hanya untuk menghabiskan waktu dan hal yang tidak bermanfaat."
Maupun hanya ada sangat sedikit informasi yang dalam bahasa Indonesia. Tanpa bahasa Inggris anak-anak kita adalah buta kepada informasi global, jadi manfaatnya Internet untuk anak-anak kita adalah sangat terbatas. Bahasa Inggris Adalah Kunci Untuk Pintu Ke Globalisasi Maupun Lapangan Kerja Luas.
Ada Produk Teknologi Yang Dapat Membuat Revolusi Di Bidang Pendidikan Di Seluruh Indonesia. Sekarang kita dapat belajar di manapun, di kota besar, di kota kecil, di desa, maupun di becak. Relatif kecil dan dapat masuk tas anda jadi dapat dibawa ke mana saja. Anda hanya perlu mempunyai niat belajar dan anda dapat belajar tanpa batas. Tidak perlu koneksi ke listrik dan battery dijaminkan selama hidup (katanya). Juga tidak kena ongkos layanan (Internet atau Hanfon). Tidak memakan pulsa jadi kalau anda tidur dan lupa mematikan alat revolusi pendidikan ini tidak akan kena ongkos. Alat ini juga dapat dipakai di seluruh dunia tanpa koneksi khusus. Alat revolusi ini dapat dibeli di toko dekat anda sekarang dan dapat digunakan secara langsung... dan dapat belajar sambil pulang! Ayo Beli Sekarang! (Info Lengkap Di Sini)
"Internet Belum Dimanfaatkan Secara Positif Oleh Pelajar"
"PADANG--MI: Pakar pendidikan dari Universitas Negeri Padang (UNP), Prof. DR. Nurtain mengatakan kini banyak pelajar dan mahasiswa yang tidak memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi internet untuk hal-hal positif namun lebih cenderung hanya untuk menghabiskan waktu dan hal yang tidak bermanfaat."
Maupun hanya ada sangat sedikit informasi yang dalam bahasa Indonesia. Tanpa bahasa Inggris anak-anak kita adalah buta kepada informasi global, jadi manfaatnya Internet untuk anak-anak kita adalah sangat terbatas. Bahasa Inggris Adalah Kunci Untuk Pintu Ke Globalisasi Maupun Lapangan Kerja Luas.
Ada Produk Teknologi Yang Dapat Membuat Revolusi Di Bidang Pendidikan Di Seluruh Indonesia. Sekarang kita dapat belajar di manapun, di kota besar, di kota kecil, di desa, maupun di becak. Relatif kecil dan dapat masuk tas anda jadi dapat dibawa ke mana saja. Anda hanya perlu mempunyai niat belajar dan anda dapat belajar tanpa batas. Tidak perlu koneksi ke listrik dan battery dijaminkan selama hidup (katanya). Juga tidak kena ongkos layanan (Internet atau Hanfon). Tidak memakan pulsa jadi kalau anda tidur dan lupa mematikan alat revolusi pendidikan ini tidak akan kena ongkos. Alat ini juga dapat dipakai di seluruh dunia tanpa koneksi khusus. Alat revolusi ini dapat dibeli di toko dekat anda sekarang dan dapat digunakan secara langsung... dan dapat belajar sambil pulang! Ayo Beli Sekarang! (Info Lengkap Di Sini)
5)
Meningkatkan profesionalisme dan bertanggunjawaban guru untuk
meningkatkan ilmu dan kemampuan mengajar sendiri - seperti guru
profesional di negara lain. Guru adalah pelaksana pendidikan (dan paling penting) jadi kesejahteraan juga harus sesuai supaya tidak perlu "moonlighting" di tempat lain dan dapat fokus kepada tugasnya. Sulusi-nya Adalah Guru Yang Bermutu!
yang dapat disebut "Pendidikan Yang Bermutu".
Kamis, 12 November 2009
JAKARTA-MI: Tujuan dan arah
kebijakan pendidikan nasional dalam program 100 hari Departemen
Pendidikan Nasional masih belum jelas. Pasalnya, arah dan kebijakan
nasional tersebut belum menyentuh persoalan substantif, yakni
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Demikian masalah yang mengemuka antara Komisi X DPR dengan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh dalam rapat kerja, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (11/11).
Anggota Komisi X DPR Dedi S Gumelar mengatakan, visi pendidikan yang diungkapkan Mendiknas hanya sebatas janji-janji normatif birokrat bukan sebagai negarawan. Misalnya, pendidikan kewirausahaan yang kini digalakkan pemerintah untuk mengatasi masalah pengangguran hanya menyelesaikan persoalan dipermukaan. Tidak ada blue print (cetak biru) yang mengemuka antara pendidikan kewirausahaan dengan lapangan kerja yang ada saat ini, katanya.
Demikian masalah yang mengemuka antara Komisi X DPR dengan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh dalam rapat kerja, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (11/11).
Anggota Komisi X DPR Dedi S Gumelar mengatakan, visi pendidikan yang diungkapkan Mendiknas hanya sebatas janji-janji normatif birokrat bukan sebagai negarawan. Misalnya, pendidikan kewirausahaan yang kini digalakkan pemerintah untuk mengatasi masalah pengangguran hanya menyelesaikan persoalan dipermukaan. Tidak ada blue print (cetak biru) yang mengemuka antara pendidikan kewirausahaan dengan lapangan kerja yang ada saat ini, katanya.
"Hari Guru Nasional: Guru Kritik Kebijakan Pendidikan Nasional"
Kamis, 24 November 2011
JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua
Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia Sulistyo mengatakan,
berbagai persoalan yang terjadi di Tanah Air memiliki korelasi langsung
maupun tidak langsung dengan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Menurutnya, sistem pendidikan nasional saat ini belum mampu memberikan
kontribusi yang signifikan bagi pencerdasan bangsa. Padahal, katanya,
hal ini akan membawa implikasi terhadap kemakmuran dan martabat mulia
bangsa.
Desain pendidikan nasional, menurut Sulistyo, meneruskan kerangka politik etis pemerintah kolonial Belanda. Hal itu tercermin pada pendidikan yang masih diskriminatif, menghasilkan tenaga kerja murah, dan menciptakan lulusan yang berorientasi menjadi pegawai negara.
Kebijakan yang tidak jelas antara pusat dan daerah membuat pendidikan kita juga menjadi tidak jelas, apakah pendidikan nasional, atau pendidikan daerah, kata Sulistyo saat syukuran memperingati Hari Guru Nasional dan hari jadi PGRI ke-66, di gedung PGRI, Jakarta, Kamis (24/11/2011).
Desain pendidikan nasional, menurut Sulistyo, meneruskan kerangka politik etis pemerintah kolonial Belanda. Hal itu tercermin pada pendidikan yang masih diskriminatif, menghasilkan tenaga kerja murah, dan menciptakan lulusan yang berorientasi menjadi pegawai negara.
Kebijakan yang tidak jelas antara pusat dan daerah membuat pendidikan kita juga menjadi tidak jelas, apakah pendidikan nasional, atau pendidikan daerah, kata Sulistyo saat syukuran memperingati Hari Guru Nasional dan hari jadi PGRI ke-66, di gedung PGRI, Jakarta, Kamis (24/11/2011).
Minggu, 23 Oktober 2011
BOGOR, KOMPAS.com- Berbagai
kebijakan pendidikan tidak berdasarkan hasil riset dan analisis yang
mendalam. Riset pendidikan selama ini hanya bersifat reaktif dan hanya
menjadi solusi masalah jangka pendek. Akibatnya, pemerintah tidak
memiliki strategi kebijakan pendidikan jangka panjang.
Demikian mengemuka dalam lokakarya Penajaman Peran dan Fungsi Balitbang dalam rangka Reformasi Birokrasi yang berlangsung Sabtu hingga Minggu (23/10/2011), di Bogor.
Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan Musliar Kasim mengakui, seharusnya hasil riset isu-isu pendidikan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bisa ditindaklanjuti menjadi kebijakan. Apapun kebijakan pemerintah seharusnya dibuat berdasarkan hasil kajian dan analisis dari balitbang.
Riset jangan hanya dilakukan internal dan parsial. Agar riset bisa menjadi kebijakan, pihak lain seperti daerah dan lembaga penelitian harus ikut dilibatkan. Ini yang belum dilakukan, kata Musliar.
Sofian Effendi, anggota tim Reformasi Birokrasi Nasional Wakil Presiden RI, mengkritik kebijakan pemerintah yang cenderung reaktif dan dirumuskan tidak untuk memecahkan masalah jangka panjang. Padahal Indonesia membutuhkan perubahan strategi pendidikan 20-30 tahun ke depan.
Seharusnya, tugas paling pokok balitbang membuat kajian kebijakan jangka panjang, melihat perkembangan Indonesia 25 tahun ke depan. Apa masalah yang akan dihadapi dan bagaimana SDM yang harus dicetak, kata Sofian.
Hasil riset dan analisis balitbang itulah yang kemudian menjadi pegangan mendikbud untuk pelaksanaannya. Bukan sebaliknya seperti yang terjadi sekarang.
Selama ini, kata Sofian, Balitbang hanya sibuk mencari justifikasi dari pernyataan atau kebijakan menteri. Tugas balitbang, kata Sofian, bukan melakukan penelitian murni tentang isu-isu pendidikan karena itu bisa dilakukan perguruan tinggi yang jelas memiliki lebih banyak SDM.
Demikian mengemuka dalam lokakarya Penajaman Peran dan Fungsi Balitbang dalam rangka Reformasi Birokrasi yang berlangsung Sabtu hingga Minggu (23/10/2011), di Bogor.
Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan Musliar Kasim mengakui, seharusnya hasil riset isu-isu pendidikan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bisa ditindaklanjuti menjadi kebijakan. Apapun kebijakan pemerintah seharusnya dibuat berdasarkan hasil kajian dan analisis dari balitbang.
Riset jangan hanya dilakukan internal dan parsial. Agar riset bisa menjadi kebijakan, pihak lain seperti daerah dan lembaga penelitian harus ikut dilibatkan. Ini yang belum dilakukan, kata Musliar.
Sofian Effendi, anggota tim Reformasi Birokrasi Nasional Wakil Presiden RI, mengkritik kebijakan pemerintah yang cenderung reaktif dan dirumuskan tidak untuk memecahkan masalah jangka panjang. Padahal Indonesia membutuhkan perubahan strategi pendidikan 20-30 tahun ke depan.
Seharusnya, tugas paling pokok balitbang membuat kajian kebijakan jangka panjang, melihat perkembangan Indonesia 25 tahun ke depan. Apa masalah yang akan dihadapi dan bagaimana SDM yang harus dicetak, kata Sofian.
Hasil riset dan analisis balitbang itulah yang kemudian menjadi pegangan mendikbud untuk pelaksanaannya. Bukan sebaliknya seperti yang terjadi sekarang.
Selama ini, kata Sofian, Balitbang hanya sibuk mencari justifikasi dari pernyataan atau kebijakan menteri. Tugas balitbang, kata Sofian, bukan melakukan penelitian murni tentang isu-isu pendidikan karena itu bisa dilakukan perguruan tinggi yang jelas memiliki lebih banyak SDM.
"Desain pendidikan nasional, menurut Sulistyo, meneruskan kerangka politik etis pemerintah kolonial Belanda. Hal
itu tercermin pada pendidikan yang masih diskriminatif, menghasilkan
tenaga kerja murah, dan menciptakan lulusan yang berorientasi menjadi
pegawai negara.
Kebijakan yang tidak jelas antara pusat dan daerah membuat pendidikan kita juga menjadi tidak jelas, apakah pendidikan nasional, atau pendidikan daerah, kata Sulistyo saat syukuran memperingati Hari Guru Nasional dan hari jadi PGRI ke-66, di gedung PGRI, Jakarta, Kamis (24/11/2011)".
Kebijakan yang tidak jelas antara pusat dan daerah membuat pendidikan kita juga menjadi tidak jelas, apakah pendidikan nasional, atau pendidikan daerah, kata Sulistyo saat syukuran memperingati Hari Guru Nasional dan hari jadi PGRI ke-66, di gedung PGRI, Jakarta, Kamis (24/11/2011)".
"Tujuan Pendidikan (Kemdikbud): "Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Sejalan dengan itu, pada periode 2010-2014, Kementerian Pendidikan Nasional menetapkan visi Terselenggaranya Layanan Prima Pendidikan Nasional untuk Membentuk Insan Indonesia Cerdas Komprehensif. Insan Indonesia cerdas komprehensif adalah insan yang cerdas spiritual, cerdas emosional, cerdas sosial, cerdas intelektual dan cerdas kinestetis."
Sesuatu yang sangat penting pada awal adalah apa artinya "cerdas" ? Beberapa bulan yang lalu saya bertanya salah satu tim pelatih guru, dan walapun mereka sendiri bilang tujuan pendidikan kita adalah "mencerdaskan bangsa", mereka juga bingung mengenai artinya. Apa maksudnya cerdas, mampu menghafal?
Apakah kita dapat mencapaikan tujuan-tujuan tersebut, apalagi manusia yang cerdas oleh Pembelajaran-Pasif (berbasis-hafalan)? Sebelum kita dapat mulai berusaha untuk mencapaikan tujuannya Metodologi dan Strategi Yang Sesuai Tujuannya Harus Jelas.
Sumber : http://gurubermutu.com/
Sejalan dengan itu, pada periode 2010-2014, Kementerian Pendidikan Nasional menetapkan visi Terselenggaranya Layanan Prima Pendidikan Nasional untuk Membentuk Insan Indonesia Cerdas Komprehensif. Insan Indonesia cerdas komprehensif adalah insan yang cerdas spiritual, cerdas emosional, cerdas sosial, cerdas intelektual dan cerdas kinestetis."
Sesuatu yang sangat penting pada awal adalah apa artinya "cerdas" ? Beberapa bulan yang lalu saya bertanya salah satu tim pelatih guru, dan walapun mereka sendiri bilang tujuan pendidikan kita adalah "mencerdaskan bangsa", mereka juga bingung mengenai artinya. Apa maksudnya cerdas, mampu menghafal?
Apakah kita dapat mencapaikan tujuan-tujuan tersebut, apalagi manusia yang cerdas oleh Pembelajaran-Pasif (berbasis-hafalan)? Sebelum kita dapat mulai berusaha untuk mencapaikan tujuannya Metodologi dan Strategi Yang Sesuai Tujuannya Harus Jelas.
Sumber : http://gurubermutu.com/